Peran Orang Tua
1.
Pengertian Orang Tua
Menurut Anton M. Moeliono, yang
dikutip oleh Hakim Keluarga (arab: Al Usrah, Inggris Familly) adalah
satuan kekerabatan yang sangat mendasar dimasyarakat yang terdiri atas ibu,
bapak dan anak sedangkan menurut hasan
Ayub yang juga dikutip oleh Atang Abd. Hakim
bahwa keluarga adalah suatu kumpulan manusia manusia dalam kelompok
kecil yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak.(2002:213)
Hubungan anak
dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam perkembangan agama si anak. Si
anak yang merasakan adanya hubungan hangat dengan orang tuanya, merasa bahwa ia
disayangi dan dilindungi serta mendapat perlakuan yang baik, biasanya akan
mudah menerima dan mngikuti kebiasaan orang tuanya dan cenderung kepada agama.
(Daradjat, 1970: 75)
Dari definisi tentang keluarga diatas
dapat disimpulkan bahwa keluarga terdiri dari :
a.
Suami /Bapak
Adapun beberapa tanggung jawab
Suami/bapak dalam keluarga menurut Hakim adalah mengauli istri dengan
baik, mengajarkan ilmu-ilmu agama, serta memerintahkan berbuat baik pada istri
dan anaknya.
b.
Istri /Ibu
Sedangkan kewajiban istri/ibu adalah
menghormati dan melayani suami serta mengasuh dan mendidik anak
c.
Anak
Adapun kewajiban anak pada orang
tuanya adalah menuruti nasihat baik orang tua, berprilaku sopan dan
menyenangkan serta mendoakan keduanya baik semasa hidup dan matinya.
Adapun kewajiban keluarga terhadap
anaknya adalah memberi nama, mencukur dan melaksanakan aqiqah, memberi nafkah,
mengasuh dan mendidik, memberi kasih sayang, bersikap adil serta memberi
tauladan yang baik (2002:217)
2.
Peran Orang Tua dalam
pendidikan
Term pendidikan
anak terdiri dari dua dua kata pendidikan
dan anak. Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya: Memelihara,
merawat dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti
yang diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya).
Sedangkan pendidikan sendiri artinya: Proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan, cara mendidik. (Dariyanto, 1998 :
156)
Pembentukan
sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umunya, terjadi melalui pengalaman
sejak kecil. Pendidik/pembina pertama adalah orang tua, kemusian guru, semua
pengalaman yang dilalui oleh anak waktu kecilnya, akan merupakan unsur penting
dalam pribadinya. (Daradjat, 1970: 78)
Dalam bahasa Arab ada beberapa
istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan pengertian pendidikan antara lain:
a.
At-Ta’lim yang berarti
pengajaran
b.
At-Ta’dib yang berarti
pendidikan yang bersifat khusus
c.
At-Tarbiyah yang berarti
pendidikan (Asnelly, 1998 : 20)
Sedangkan
pengertian pendidikan dalam UU RI No.20 Tahun 2003 ialah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
(2005: 6)
Sedangkan definisi pendidikan
bermacam-macam antara lain menurut Ahmad Marimba yang dikutip oleh Abidin Ibn Rusn: “Pendidikan suatu bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh guru terhadap perkembangan jasmani dan rohani
murid menuju terbentuknya kepribadian yang utama”. (1998 : 54)
Menurut
Muhammad Abdurrahman pendidikan merupakan sebuah wahana untuk membentuk
peradaban yang humanis terhadap seorang untuk menjadi bekal bagi dirinya dalam
menjalani kehidupannya (2003:5)
Anak berarti keturunan yang
dilahirkan (Dariyanto, 1998 : 38) Sedangkan Al-Qur’an mengibaratkan anak-anak
sebagai perhiasan kehidupan dunia.
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi 46 yang berbunyi.
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shole adalah lebih baik
pahalanya disisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS.
Al-Kahfi 46) (Depag RI, 1993: 450)
Dari pengertian di atas anak merupakan generasi penerus keluarga, penerus bangsa dan
negara, sehingga untuk menjadikannya generasi yang beriman, berbudi pekerti
mulia maka anak seyogyanya mendapat
pendidikan yang menyangkut aspek jasmaniah dan rohaniah sejak dini. Untuk itu
peranan keluarga dalam masalah pendidikan anak sangat signifikan sehingga
peranan keluarga sebagai wadah pendidikan diarahkan juga pada kedua aspek
tersebut, yakni aspek jasmani dan aspek rohani.
Keluarga juga bertugas untuk
mengajarkan kepada mereka tentang kebudayaan dan berbagai hal yang berada
didalamnya, seperti: niali-nilai kemasyarakatan, tradisi, prinsip,
keterampilan, dan pola perilaku dalam segala aspeknya. (Musthafa, 2003: 43)
Menurut pendapat M. A. As’aryie
adalah selain memberikan pendidikan yang sifatnya kerohanian, orang tua wajib
memberikan pendidikan jasmani (2001 : 192).
Jasmani berarti tubuh dan badan.
Pendidikan jasmani berarti suatu proses pendidikan yang mengarah pada jasmaniah
(hubungan dengan jasmani/tubuh) manusia. Karena keluarga sebagai tempat yang
pertama dan utama.
Sedangkan menurut Ramayulis peranan
keluarga dalam pendidikan anak yakni:
a.
Peranan keluarga dalam
pendidikan jasmani dan kesehatan bagi
anak-anaknya.
b.
Peranan keluarga dalam
pendidikan emosi
c.
Peranan keluarga dalam
pendidikan akal
d.
Peranan keluarga dalam
pendidikan akhlak
e.
Peranan keluarga dalam
pendidikan sosial keagamaan
f.
Peranan keluarga dalam
pendidikanpenidikan keimanan (2001:81-96)
Jadi, keluarga merupakan kelompok
manusia pertama yang menjalankan hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung
terhadap anak. Dengan demikian keluarga memiliki tanggung jawab yang sangat
besar terhadap anak dalam mengenalkan berbagai bentuk perilaku social.
(Musthafa, 2003: 43)
Sebagai orang tua mempunyai tugas dan
kewajiban untuk mendidik, memberikan pelajaran, didikan dan bimbingan tentang
ilmu-ilmu yang meliputi bekal untuk hidup didunia dan akhirat, dengan kedua
ilmu itu akan dapat diraih kehidupan dunia yang makmur dan kebahagiaan di
akhirat (Asy’arie, 2001:174)
Dari pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa peranan keluarga dalam masalah pendidikan anak secara garis
besarnya ada dua jenis yaitu pendidikan jasmani dan pendidikan rohani yang pada akhirnya bertujuan untuk
memperoleh hasil yang optimal dari proses pertumbuhan fisik dan perkembangan
kemampuan mental/integrasi dan prilaku.
Menurut Mansyhur dan Zadina Abadi
ilmu adalah mengetahui hakekat sesuatu yang merupakan tanda sesuatu. Dan kata
ilmu ini selama berabad-abad digunakan untuk semua pengetahuan yang berhubungan
dengan agama seperti ilu nahwu, fiqh, tafsir, tauhid, ushul dan ilmu-ilmu lain
yang merupakan cabang-cabang dari pendidikan akal. Pada waktu itu filsafat
dipakai untuk ilmu-ilmu amaliyah (aktual) seperti kedokteran, kimia, falak dam
ilmu aritmatik. (1995 : 16-17)
Ilmu tidak akan dimiliki seseorang
tanpa adanya usaha untuk memperolehnya, maka dalam hal ini orang tua dituntut
untuk menupayakan agar anak-anaknya memperoleh pengetahuan baik agama maupun
umum.
Dalam agama Islam sebagai ajaran yang
universal dan mementingkan dalam kedua kehidupan yaitu kehidupan di dunia dan
akhirat, tidak membatasi kepada ilmu pengetahuan. Dan menjadi kewajiban orang
tua untuk mencerdaskan anak-anaknya dengan ilmu pengetahuan baik ilmu agama ataupun
ilmu umum. Janji Allah bagi orang yang berilmu disinyalir dalam surat
Al-Mujadalah ayat 11:
Artinya :“Hai orang-orang beriman apabila kamu
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.. (Depag RI, 1993 : 911)
Menurut MA Asy’arie ilmu agama
bertujuan untuk membahagiakan hidup di akhirat dan ilmu umum untuk kebahagiaan
di dunia. Kedua ilmu itu harus dituntut dan harus berimbang jangan ada salah
satu yang diremehkan atau dilemahkan. Ilmu agama saja yang diutamakan sementara
ilmu umum tidak diperhatikan maka ia akan berjalan dengan lumpuh. Sebaliknya ilmu
pengetahuan unun saja yang diutamakan sementara ilmuagama dikesampingkan maka
ia akan buta (artinya dalam meniti hidup ini hatinya buta, tidak tahu jalan
yang benar dan diridloi Allah dan mana jalan yang dimurkai Allah). (2001:187)
Maka untuk membekali kedua ilmu
tersebut, ilmu agama dan ilmu umum/ ilmu-ilmu yang lain yang dibutuhkan untuk
menyongsong dan memasuki abad milenium ini orang tua harus
mmasukkan/menyekolahkan anak kedalam dunia pendidikan yang dapat
dipetangungjawabkan. Baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar
sekolah.
Keluarga dianggap sebagai tempat
berkembangnya individu, dimana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian
sumber-sumber pendidikan nalar seorang anak. Keluarga juga dinilai sebagai
lapangan pertama, dimana di dalamnya seorang anak akan menetukan
pengaruh-pengaruh dan unsur-unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakat.
(Musthafa, 2003: 42)
Peran keluarga (orang tua) sangat
besar dalam meningkatkan penddikan pengetahuan sebagai motivator semangat
anak-anaknya sekaligus penyedia dana untuk menunjang terlaksananya proses
pendidikan pengetahuan ini. Hal ini sesuai dengan pepatah jawa: Jer Basuki Mawa
Bea (tiap kejayaan menghendaki pengorbanan) (Kohar, 1998:197)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer dijelaskan bahwa, “Kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu
atau kadar sesuatu”. (Depdikbud, 1991:781).
Sehingga berdasarkan pendapat di
atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas adalah kadar baik atau buruk sesuatu
yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai suatu tujuan. Adapun yang penulis maksud
dengan kualitas di atas terfokus pada kualitas santri, baik dalam segi
keagamaan maupun dalam segi intelektual.
Para ahli psikologi dan pendidikan
menyatakan bahwa tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa paling
penting bagi pembentukan kepribadian anak dan penanaman sifat-sifat dasar(Aly
dan Munzier:2000:201)
Menurut Gordon Dryden dan Jeanette
vos Bahwa yang menjadi pendidikan terpenting adalah orang tua bukan guru dan
orang tua merupakan pendididik pertama dan utama. (2002:95).
Keluarga juga bertugas untuk
mengajarkan kepada mereka tentang kebudayaan dan berbagai hal yang berada
didalamnya, seperti: niali-nilai kemasyarakatan, tradisi, prinsip,
keterampilan, dan pola perilaku dalam segala aspeknya. (Musthafa, 2003: 43)
Keluarga benar-benar memainkan
peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan anak, mendidik anak-anak
dengan pendidikan islami secara benar. Selain itu, keluarga juga memegang
peranan yang cukup penting dalam mengembangkan kecerdasan mereka. Karena, anak
akan berada di dalam lingkungan keluarga selama beberapa tahun, untuk
mengahabiskan masa kanak-kanaknya yang pertama. (Musthafa, 2003: 44)
Orang tua adalah Pembina pribadi
yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup
mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan
sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu.
(Daradjat, 1970: 71).
Orang tua merupakan pendidik yang
utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan. Orang tua (ayah, Ibu) memegang peranan yang sangat penting
dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.
Di antara peran orang tua antara lain di
jelaskan Ngalim Purwanto (2000:82) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis dan
praktis memilah antara peranan ibu dan ayah sebagai berikut.
a.
“Peranan Ibu
1).
Sumber dan pemberi rasa kasih
sayang
2).
Pengasuh dan pemelihara
3).
Tempat mencurahkan isi hati
4).
Pengatur kehidupan dalam rumah
tangga
5).
Pembimbing hubungan pribadi
6).
Pendidikan dalam segi-segi
emosional
b.
Peranan Ayah
1).
Sumber kekuasaan dalam keluarga
2).
Penghubung
intern keluarga dengan masyarakat/dunia luar
3).
Pemberi
perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga
4).
Pelindung terhadap ancaman dari
luar
5).
Hakim
yang mengadili jika terjadi perselisihan
6).
Pendidikan dalam segi-segi
rasional”.
Peranan orang tua (ayah, Ibu) dalam
proses pendidikan anaknya sangat komplek. Tidak sekedar biaya dan fasilitas,
lebih dari itu orang tua juga harus memberikan motivasi dan arahan agar anak
timbul keinginan untuk belajar. Menurut Chalijah Hasan di golongkan dalam
“motivasi ekstrinsik sebagai pengaruh dari luar individu sehingga timbul
keinginan untuk melakukan sesuatu atau belajar”. (1994:145)
3.
kepribadian keluarga
Menurut Field ada lima jenis
kepribadian keluarga yaitu :
1)
Keluarga Seimbang
Keluarga ini merupakan model keseimbangan antara
individualitas dan relasi. Keluarga ini membekali anak-anaknya dengan rasa
identitas diri dan keamanan yang kuat serta kesanggupan untuk berelasi dengan
orang lain. Keluarga ini mendorong anggota-anggotanya untuk menjadi apa saja
yang mungkin bagi mereka . dan mereka tidak takut terhadap perbedaan.
2)
Keluarga kuasa
Keluarga ini mempunyai kecendrungan untuk kasar atau
tak peka dalam hubungan mereka. Orang tua memaksakan kekuasaannya. Oleh karena
itu anak-anak tidak merasa dilindungi, tetapi mereka tahu benar bagaimana
menyelasesaikan tugas.
3)
Keluarga protektif
Anak-anak dalam keluarga ini merasa dilindungi, tetapi
sering orangtua berbuat terlalu banyak untuk mereka. Oleh karena itu, anak
tidak dibiarkan mengembangkan rasa percaya diri. Orang tua tidak membuatnya
menanggung akibat dari perbuatannya.
4)
Keluarga kacau
Keluarga ini tidak saling mengurusi pengertian dan
perhatian mereka satu sama lain terbatas. Mereka lebih seperti teman sekamar
dari pada keluarga. Masing-masing individu berlomba untuk menjadi Nomor satu.
Mengurusi orang lain dianggap sia-sia atau bodoh. Anak-anak disia-siakan atau
diperlakukan kejam
5)
Keluarga simbiotis
Individu-individu dalam
keluarga ini tidak mungkin mengaur diri karena individualitas dipandang sebagai
suatu kekurangan kesetian pada keluarga. Mereka lemah sebagai individu tetapi
kuat sebagai kelompok. Anak-anak merasa tertekan dalam keluarga dan merasa
bersalah kalau mereka ingin meninggalkan keluarga. Kelangsungan hidup dalam
keluarga datang dari kemampuan menyesuaikan diri dengan norma-norma –
mengemudikan jenis mobil yang sama, menganut pandangan politik yang sama, dan
menyukai makanan yang sama. (1992: 30-31)
Menurut Zakiyah Drajat (1996:35)
orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena
dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Demikian juga menurut Andreas Harefa
sebagaimana ia menyimpulkan dari pendapatnya Cak Nur (2001:47) mengatakan
bahwa:
“Hubungan antara orang tua dan
anak yang demikian intim tidaklah mungkin digantikan secara total oleh
lembaga-lembaga persekolahan, termasuk universitas. Bahkan sekolah-sekolah
agamapun tidak mungkin menggantikan sepenuhnya peran dan tanggung jawab orang
tua. Institusi formal yang memberikan ajaran-ajaran yang bersifat umum maupun
agama hanya mungkin meringankan beban
tanggung jawab orang tua, tetapi tidak dapat dan tidak boleh diharapkan untuk
menggantikan peran dan tanggung jawab orang tua
secara keseluruhan”
Dari pernyataan ini dapat kita ketahui bahwa kehidupan
keluarga merupakan lapangan pendidikan yang sangat urgen dalam membentuk dan
mengarahkan kepribadian anak supaya menjadi manusia atau generasi yang berguna
bagi agama dan bangsa. Dan orang tuanya merupakan pangkal pendidik yang akan
banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak lebih lanjut. Disadari
atau tidak itu adalah merupakan tanggung jawab orang tua yang dibebankan oleh
Tuhan kepada mereka. Dan sementara itu menurut Hasbullah (2003:198) tugas utama
dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan
akhlak dan pandangan hidup beragama.
Sementara itu di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas pasal 7 ayat 2 menyatakan bahwa orang tua dari usia wajib belajar,
berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Hal ini juga diperkuat
dengan pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dalam lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa orang
tua mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar terhadap pendidikan
anak-anaknya.
Oleh karena itu orang tua harus betul-betul mampu
memberikan dasar-dasar keagamaan pada anak secara maksimal serta mampu
memberikan tauladan yang baik bagi diri anak. Sebab anak akan cenderung
mencontoh atau mengikuti segala perbuatan yang dilakukan oleh pihak orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar