Pengembangan
Kurikulum
1.
Pengertian Pengembangan Kurikulum
Dalam khazanah ilmu pendidikan terdapat banyak definisi kurikulum
yang diajukan oleh para ahli, perbedaan orientasi, cara pendekatan dan titik
berat yang ditekankan oleh masing-masing ahli menyebabkan timbulnya berbagai
variasi mengenai kurikulum ini. Hampir setiap ahli mempunyai rumusan sendiri,
walaupun diantara berbagai definisi itu terdapat aspek-aspek persamaan.
Sementara itu Oemar Hamalik memberikan definisi kurikulum sebagai
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh
sejumlah pengetahuan. (2003: 16)
Dari pengertian diatas nampak bahwa kurikulum diartikan secara
tradisional, sebab hanya melalui sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan untuk
dipelajari siswa. Aktivitas belajar selain mempelajari mata pelajaran yang
ditawarkan tidak termasuk ke dalam kurikulum. Padahal sebagaimana diketahui,
bahwa proses pendidikan sekolah maupun di luar sekolah mencakup berbagai
aktivitas yang diarahkan kepada pembentukan pribadi anak, baik jasmaniah maupun
rohaniah.
Sedangkan pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum
yang luas dan spesifik. ( Hamalik, 2007:183) sedangkan pendapat ahli yang lain
mengatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan
bagaimana pembuatan kurikulum akan berjalan. (Dimyati, Mujiono,2009:258)
Dalam pelaksanaan pendidikan diperlukan adanya perencanaan yang
dilakukan dengan sistematis dan terstruktur. Hal ini dimaksudkan agar bisa
mengantarkan proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses,
pelaksanaan sampai pada penilaian dalam pendidikan dikenal dengan kurikulum.
Kurikulum adalah, “Segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak
belajar, didalam kelas, di halaman sekolah, maupun diluarnya ”atau“ Segala
kegiatan dibawah tanggung jawab sekolah yang mempengaruhi anak dalam
pendidikannya”. (Tim, 1993 : 98)
Pendapat tersebut merupakan kurikulum dalam pandangan modern.
Sedangkan dalam pandangan tradisional, kurikulum diartikan sebagai seperangkat
mata pelajaran yang disusun dan diajarkan pada suatu lembaga pendidikan.
“Pembahasan kurikulum pada umumnya hanya terbatas pada program-program
pelajaran yang tertulis dalam buku kurikulum”. (Tim, 1993 : 99)
Yang dimaksud dengan kurikulum dalam pembahasan ini adalah kurikulum
dalam pandangan tradisional yakni serangkaian pelajaran yang diberikan di
sekolah.
2.
Komponen Pengembangan
Kurikulum
Penyelenggara pendidikan nasional dilakukan secara
birokratik-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur
sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan
kondisi sekolah setempat. Dengan demikian, sekolah kehilangan kemandirian,
motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan
mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional (Mulyasa,
2004:180
Pendidikan berasal dari kata “didik”
lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi “pendidik” artinya
memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran
(lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991:232). Selanjutnya, pengertian
“pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok oramg dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Syah, 2007:10).
Dalam bahasa Inggris, education
(pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi
peningkatan ( to elicit, to give rise to), dan mengembangkan ( to
evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau
pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan
(McLeod, 1989) (Syah, 2007:10).
Akar kata pendidikan adalah “didik”
atau “pendidik” yang secara harfiah artinya memelihara dan memberi latihan.
Sedangkan “pendidikan“, seperti yang pernah penyususn singgung sebelum ini
adalah tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau
sekelompok orang melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Syah, 2007:32).
Dalam bahasa Arab, pendidikan disebut
“terbiyah” yang berarti proses persiapan dan pengasuhan manusia pada
fase-fase awal kehidupannya yakni pada tahap perkembangan masa bayi dan
kanak-kanak (Jalal, 1988). Dalam sebuah Kamus Arab-Inggris Modern
disebutkan bahwa kata rabba, dan tarababa. Dan tarabbabal
walada memiliki arti yang sama yakni to foster atau to bring up (Elias
& Elias, 1982), artinya memelihara/mengasuh anak. Dalam bahasa Inggris,
pendidikan disebut education yang kata kerjanya to educate. Padanan kata ini adalah
to civilize, to develop, artinya memberi peradapan dan pengembangan.
Istilah education memiliki dua arti, yakni arti dari sudut orang yang
menyelenggarakan pendidikan dan arti dari sudut orang yang mendidik. Dari sudut
pendidik, education berarti perbuatan atau proses memberikan
pengetahuan. Sedangkan dari sudut peserta didik, education, berarti
proses atau perbuatan memperoleh pengetahuan (Syah, 2007:32-33)
Pendidikan adalah proses memanusiakan
manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimiliki menjadi
kemampuan, yang dapat dimamfaatkan dalam kehidupannya sehari-hari di
masyarakat. ( Suderadjat, 2004:19)
Menurut Crow dan Crow kemampuan guru
dalam melaksanakan pembelajaran melipiti:
1.
penguasaan subject-matter yang akan dikerjakan;
2.
keadaan fisik dan kesehatanya
3.
sifat-sifat pribadi dan control
emosinya;
4.
memahami sifat – hakikat dan
perkembangan manusia;
5.
pengetahuan dan kemampuan untuk
menerapkan prinsip-prinsip belajar;
6.
minatnya terhadap perbaikan
professional dan pengayaan cultural yang terus-menerus dilakukan (Hamzah B.
Uno, 2008:132).
Kurikulum merupakan merupakan alat
untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Ini berarti bahwa kurikulum
selalu mengalami perkembangan dan penyesuaian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi. Sehingga dengan demikian penyusunan kurikulum harus
disesuaikan dengan kondisi riil yang ada di masyarakat, karena pada akhirnya
masyarakatlah yang akan menikmati hasil dari pendidikan tersebut.
Penyusunan kurikulum yang baik,
stabil, dan terarah merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan memerlukan waktu
dan proses yang relatif panjang, karena kurikulum tidak hanya berisi
teori-teori saja akan tetapi juga berorientasi pada pembinaan dan pembangunan
mental manusia guna mencapai tujuan pendidikan nasional. (Tim, 1983 : 68)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan kurikulum pendidikan agar memperoleh hasil yang optimal.
Dalam konteks pengembangan kurikulum,
kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam kurikulum,
kompetensi sebagai tujuan pembelajaran itu dideskripsikan secara eksplisit,
sehingga dijadikan standar dalam pencapaian tujuan kurikulum. (Sanjaya, 2006 :
68)
a.
Tujuan
Pengembangan Kurikulum
b.
Konten
Kurikulum
c.
Sumber
Materi Kurikulum
d.
Implementasi
Kurikulum
e.
Evaluasi
Kurikulum ( Hamalik, 2007:187-191)
Menurut Sttufflebeam dan Shinkfield
(1985) Evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan
suatu obyek. Dalam melakukan suatu obyek dalam melakukan suatu evaluasi di
dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsure
judgment tentang nilai suatu program, sehingga dalam proses evaluasi ada unsure
obyektif. (Mimin, 2006 : 17)
Salah satu unsur penting dalam
pendidikan adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan yang telah dicapai oleh
anak didik selama proses
belajar-mengajar berlangsung. Evaluasi berasal dari bahasa Inggris
“Evaluation” yang berarti penilaian atau penafsiran. (Echol dan Sadily, 1983 :
220)
Sedangkan menurut istilah sebagaimana
dikatakan oleh Chabib Thoha, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. (Thoha, 2001 : 1)
Dari pendapat tersebut, dapat
dipahami evaluasi adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan
obyek yang dievaluasi.
Sedangkan evaluasi dalam pendidikan
sebagaimana dikatakan oleh Shaleh bahwa, “Evaluasi atau penilaian adalah proses
yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui, memahami dan menggunakan hasil
kegiatan belajar anak atau siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan”. (2000
: 75)
Sedangkan menurut Arief, “Evaluasi
dalam pendidikan Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan
dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang
selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu
sendiri”. (2002 : 54)
Dengan demikian evaluasi Pendidikan
Agama Islam adalah penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Pendidikan Agama Islam yang dilakukan dalam suatu periode tertentu.
Evaluasi perlu dilaksanakan untuk
mengetahui sejauh mana efektifitas belajar mengajar, prestasi anak didik,
perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh anak didik. Selain itu evaluasi
juga berfungsi sebagai umpan balik atau feedback, dimana dengan evaluasi dapat
dikatahui kekurangan-kekurangan sehingga bisa dicarikan jalan keluar dimasa
yang akan datang.
Untuk memperoleh hasil yang optimal
dari evaluasi maka, evaluasi harus dilakukan dengan terus-menerus dan
menyeluruh, sebagaimana dikatakan oleh Tafsir:
Prinsip utama dalam pelaksanaan evaluasi adalah
terus-menerus dan menyeluruh. Terus-menerus diterapkan dalam bentuk
penyelenggaraan test harian (post test), test bulanan (formatif) dan test akhir
program (sumatif); menyeluruh diterapkan dengan menyelenggarakan pengetesan
yang ditujukan pada seluruh dari binaan (kognitif, afektif, dan psikomotorik);
psikomotor itu mencakup seluruh aspek keterampilan melakukan dan melakukannya
dalam kehidupan (pengalaman). (1996 : 94)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar